LATAR BELAKANG

Pelaksanaan pendidikan nasional harus menjamin pemerataan dan peningkatan mutu pendidikan di tengah perubahan global agar warga Indonesia menjadi manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, cerdas, produktif, dan berdaya saing tinggi dalam pergaulan nasional maupun internasional. Untuk menjamin tercapainya tujuan pendidikan tersebut, Pemerintah telah mengamanatkan penyusunan delapan standar nasional pendidikan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimum tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pelaksanaan pembelajaran dalam pendidikan nasional berpusat pada peserta didik agar dapat: (a) belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (b) belajar untuk memahami dan menghayati, (c) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif, (d) belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain, dan (e) belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Untuk menjamin terwujudnya hal tersebut diperlukan adanya sarana dan prasarana yang memadai. Sarana dan prasarana yang memadai tersebut harus memenuhi ketentuan minimum yang ditetapkan dalam standar sarana dan prasarana.

Standar sarana dan prasarana ini untuk lingkup pendidikan formal, jenis pendidikan umum, jenjang pendidikan dasar dan menengah yaitu: Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), dan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA). Standar sarana dan prasarana ini mencakup:
1. kriteria minimum sarana yang terdiri dari perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, teknologi informasi dan komunikasi, serta perlengkapan lain yang wajib dimiliki oleh setiap sekolah/madrasah,
2. kriteria minimum prasarana yang terdiri dari lahan, bangunan, ruang-ruang, dan instalasi daya dan jasa yang wajib dimiliki oleh setiap sekolah/madrasah.

PENGERTIAN
1. Sarana adalah perlengkapan pembelajaran yang dapat dipindah-pindah.
2. Prasarana adalah fasilitas dasar untuk menjalankan fungsi sekolah/madrasah.
3. Perabot adalah sarana pengisi ruang.
4. Peralatan pendidikan adalah sarana yang secara langsung digunakan untuk pembelajaran.
5. Media pendidikan adalah peralatan pendidikan yang digunakan untuk membantu komunikasi dalam pembelajaran.
6. Buku adalah karya tulis yang diterbitkan sebagai sumber belajar.
7. Buku teks pelajaran adalah buku pelajaran yang menjadi pegangan peserta didik dan guru untuk setiap mata pelajaran.
8. Buku pengayaan adalah buku untuk memperkaya pengetahuan peserta didik dan guru.
9. Buku referensi adalah buku rujukan untuk mencari informasi atau data tertentu.
10. Sumber belajar lainnya adalah sumber informasi dalam bentuk selain buku meliputi jurnal, majalah, surat kabar, poster, situs (website), dan compact disk.
11. Bahan habis pakai adalah barang yang digunakan dan habis dalam waktu relatif singkat.
12. Perlengkapan lain adalah alat mesin kantor dan peralatan tambahan yang digunakan untuk mendukung fungsi sekolah/madrasah.
13. Teknologi informasi dan komunikasi adalah satuan perangkat keras dan lunak yang berkaitan dengan akses dan pengelolaan informasi dan komunikasi.
14. Lahan adalah bidang permukaan tanah yang di atasnya terdapat prasarana sekolah/madrasah meliputi bangunan, lahan praktik, lahan untuk prasarana penunjang, dan lahan pertamanan.
15. Bangunan adalah gedung yang digunakan untuk menjalankan fungsi sekolah/madrasah.
16. Ruang kelas adalah ruang untuk pembelajaran teori dan praktik yang tidak memerlukan peralatan khusus.
17. Ruang perpustakaan adalah ruang untuk menyimpan dan memperoleh informasi dari berbagai jenis bahan pustaka.
18. Ruang laboratorium adalah ruang untuk pembelajaran secara praktik yang memerlukan peralatan khusus.
19. Ruang pimpinan adalah ruang untuk pimpinan melakukan kegiatan pengelolaan sekolah/madrasah.
20. Ruang guru adalah ruang untuk guru bekerja di luar kelas, beristirahat, dan menerima tamu. 21. Ruang tata usaha adalah ruang untuk pengelolaan administrasi sekolah/madrasah.
22. Ruang konseling adalah ruang untuk peserta didik mendapatkan layanan konseling dari konselor berkaitan dengan pengembangan pribadi, sosial, belajar, dan karir.
23. Ruang UKS adalah ruang untuk menangani peserta didik yang mengalami gangguan kesehatan dini dan ringan di sekolah/madrasah.
24. Tempat beribadah adalah tempat warga sekolah/madrasah melakukan ibadah yang diwajibkan oleh agama masing-masing pada waktu sekolah.
25. Ruang organisasi kesiswaan adalah ruang untuk melakukan kegiatan kesekretariatan pengelolaan organisasi peserta didik.
26. Jamban adalah ruang untuk buang air besar dan/atau kecil.
27. Gudang adalah ruang untuk menyimpan peralatan pembelajaran di luar kelas, peralatan sekolah/madrasah yang tidak/belum berfungsi, dan arsip sekolah/madrasah.
28. Ruang sirkulasi adalah ruang penghubung antar bagian bangunan sekolah/madrasah.
29. Tempat berolahraga adalah ruang terbuka atau tertutup yang dilengkapi dengan sarana untuk melakukan pendidikan jasmani dan olah raga.
30. Tempat bermain adalah ruang terbuka atau tertutup untuk peserta didik dapat melakukan kegiatan bebas.
31. Rombongan belajar adalah kelompok peserta didik yang terdaftar pada satu satuan kelas.

PRASANA SEKOLAH
Sebuah SD/MI sekurang-kurangnya memiliki prasarana sebagai berikut:
1. ruang kelas,
2. ruang perpustakaan,
3. laboratorium IPA,
4. ruang pimpinan,
5. ruang guru,
6. tempat beribadah,
7. ruang UKS,
8. jamban,
9. gudang,
10. ruang sirkulasi,
11. tempat bermain/berolahraga.

Sebuah SMP/MTs sekurang-kurangnya memiliki prasarana sebagai berikut:
1. ruang kelas,
2. ruang perpustakaan,
3. ruang laboratorium IPA,
4. ruang pimpinan,
5. ruang guru,
6. ruang tata usaha,
7. tempat beribadah,
8. ruang konseling,
9. ruang UKS,
10. ruang organisasi kesiswaan,
11. jamban,
12. gudang,
13. ruang sirkulasi,
14. tempat bermain/berolahraga.

Sebuah SMA/MA sekurang-kurangnya memiliki prasarana sebagai berikut:
1. ruang kelas,
2. ruang perpustakaan,
3. ruang laboratorium biologi,
4. ruang laboratorium fisika,
5. ruang laboratorium kimia,
6. ruang laboratorium komputer,
7. ruang laboratorium bahasa,
8. ruang pimpinan,
9. ruang guru,
10. ruang tata usaha,
11. tempat beribadah,
12. ruang konseling,
13. ruang UKS,
14. ruang organisasi kesiswaan,
15. jamban,
16. gudang,
17. ruang sirkulasi,
18. tempat bermain/berolahraga.

Sumber: PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2007
 
Oleh Tekla NH S,Pd
“Apa sih bimbingan konseling atau BK itu?” “ Kok, tidak ada nilai BK di dalam rapot?” Ini adalah deretan pertanyaan yang datang dari beberapa siswa-siswi SMA tentang bimbingan konseling (BK) yang ada di sekolah. Hal ini menandakan bahwa masih banyak orang yang belum sungguh-sungguh mengenal BK dan apa manfaat dari pelayanan BK itu sendiri.
Bimbingan dan Konseling memiliki dua makna yang berbeda namun saling berkaitan satu dengan lainnya. Menurut Sertzer dan Stone (1981), mengatakan bahwa The process of helping individuals to understand themselves and their world (bimbingan diartikan sebagai proses membantu orang-perorangan untuk memahami dirinya sendiri dan lingkungan hidupnya). Proses, menunjuk pada gejala bahwa sesuatu akan berubah secara berangsur-angsur selama kurun waktu tertentu. Oleh karena itu bimbingan bukanlah suatu peristiwa yang terjadi sekali saja, melainkan mencakup sejumlah tahap yang secara berangkaian dan terstruktur membawa ke tujuan yang ingin dicapai. Membantu berarti memberikan pertolongan dalam menghadapi dan mengatasi tantangan serta kesulitan yang timbul dalam kehidupan manusia.
Orang-perorangan menunjuk pada individu atau orang tertentu yang dibantu seperti para siswa di sekolah, mahasiswa, orangtua/keluarga, orang dewasa, atau para manula. Para individu ini sering menghadapi berbagai tantangan dan kesulitan yang selalu muncul dalam kehidupan mereka. Tantangan dan kesulitan ini harus mereka hayati sebagai suatu masalah yang harus diatasi, agar perkembanga selanjutnya dapat berjalan dengan lancar. Memahami diri berarti mengenal diri sendiri secara lebih mendalam dan menetapkan tujuan-tujuan yang ingin dicapai, serta membentuk nilai-nilai (values) yang akan menjadi pegangan selama hidupnya (Winkel, 1990). Tujuan dari pelayanan bimbingan oleh tenaga profesional adalah semua bidang kehidupan yang mencakup perkembangan kepribadian yang seoptimal mungkin. Dalam rangka mengembangkan dirinya sendiri orang harus mengenal dirinya sendiri dan lingkungan hidupnya. Dia harus membangun cita-cita yang ingin dicapai dan menimbang beraneka dorongan motivasional yang terdapat dalam dirinya sendiri. Selanjutnya, dia harus mempertimbangkan alternatif-alternatif yang terbuka baginya untuk mewujudkan cita-citanya, kemudian memperhitungkan kewajibannya terhadap sesama manusia. Tahap selanjutnya yang perlu dilakukannya adalah, merencanakan langkah-langkah yang dapat diambil untuk mencapai suatu tujuan. Akhirnya, dia harus mengadakan evaluasi atas dirinya dan arah kehidupannya sendiri. Tujuan ini yang menjadi ciri khas dari bimbingan sebagai bantuan.

Istilah konseling sendiri berasal dari kata Latin “consilum” yang berarti “dengan” atau “bersama” dan “mengambil” atau “memegang”. Maka dapat dirumuskan sebagai memegang, atau mengambil bersama. Ungkapan ini didukung pula oleh ahli konseling W.S Winkel bahwa konseling mengandung suatu proses antarpribadi yang berlangsung melalui saluran komunikasi verbal dan non verbal. Dengan menciptakan kondisi positif seperti empati, penerimaan serta penghargaan, keikhlasan serta kejujuran, dan perhatian yang tulen (facilitative conditions), konselor menginginkan konseli untuk merefleksi atas diri sendiri serta pengalaman hidupnya, memahami diri sendiri serta situasi kehidupannya dan berdasarkan itu menemukan penyelesaian atas masalah yang dihadapi (Winkel, 1990). Konseling meliputi relasi tatap muka secara pribadi antara dua orang di mana si konselor, lewat relasi tersebut dan dengan menggunakan kemampuan khususnya berusaha memberikan situasi belajar di mana si konseli ditolong untuk memahami dirinya sendiri dengan cara yang memuaskan bagi dirinya dan tidak merugikan orang lain atau masyarakat. Konseli belajar memecahkan masalah-masalah dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu (Rebecca, 1982). Konseling berbeda dengan bimbingan namun memiliki tingkat kesesuaian yang tercakup dalam bimbingan konseling. Bimbingan adalah relasi yang bertujuan menolong dan tepat diberikan kepada seseorang yang sedang membutuhkan bantuan rangka memahami dirinya sendiri dan lingkungan, serta dalam rangka membuat keputusan-keputusan yang bijaksana menyangkut pendidikan, pekerjaan, atau masalah pribadinya. Sedangkan konseling bertujuan memecahkan masalah-masalah pribadi atau yang menyangkut soal yang sama, namun secara langsung lebih bertujuan untuk menolong si konseli memperoleh informasi, mendapatkan orientasi dalam menghadapi masalah-masalah baru, merencanakan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam tugas-tugas perkembangannya, mengumpulkan data untuk membuat keputusan-keputusan berkaitan dengan kelanjutan studi atau memilih bidang pekerjaan, dll. Kesamaannya terletak pada tujuan untuk semakin memperkembangkan si konseli dalam setiap aspek kehidupannya sedangkan perbedaanya adalah bimbingan memiliki konotasi positif dan preventif (pencegahaan) dan konseling memiliki konotasi upaya memperbaiki atau menghilangkan suatu hambatan atau masalah yang sedang dialami si konseli.

Pelayanan konseling dalam sistem pendidikan di Indonesia mengalami beberapa perubahan nama. Pada kurikulum 1984 semula disebut Bimbingan dan Penyuluhan (BP), kemudian pada Kurikulum 1994 berganti nama menjadi Bimbingan dan Konseling (BK) sampai dengan sekarang. Sejalan dengan perubahan-perubahaan nama tersebut, di dalamnya terkandung berbagai usaha perubahan untuk memantapkan konseling sebagai suatu profesi. Oleh karena itu seorang konselor sekolah hendaklah profesional dalam menjalankan tugas. Pelayanan BK di sekolah lebih menekankan pada cinta kasih. Dengan cinta kasih seorang konselor akan lebih empatik kepada siswanya. Relasi yang baik, hangat dan penuh penerimaan antara siswa dengan konselor sekolah akan memudahkan siswa untuk lebih memahami diri dan kondisi lingkungan dirinya dan lebih mudah mengambil keputusan dalam hidupnya demi kebaikan dirinya sendiri. Para siswa harus ditangani oleh konselor yang sungguh profesional dalam bidangnya karena di dalam konseling memiliki asas kerahasiaan, asas kesukarelaan, asas keterbukaan, asas kenormatifan, dll. Konselor sekolah hendaknya mentaati aturan-aturan dalam memberikan pelayanan bimbingan dan konseling yang terdapat dalam kode etik keprofesian sebagai seorang guru BK.
Bahwa tidak terdapat nilai BK dalam raport tetapi hasil dari proses pelayanan BK di sekolah dapat dilihat pada perubahaan diri seseorang baik sikap, perilaku, pikiran, dan perasaannya yang menjadi lebih baik dan berani mengambil keputusan dan siap menjalankan keputusan-keputusan tersebut dengan segala konsekuensi yang ada. “Manusia merupakan makhluk rasional dan memiliki potensi-potensi yang bisa dikembangkan ke arah positif atau negatif”.

Sumber:1.Rebecca Mary. 1982. Peer Counseling, A Way of Life. Manila: The Peer Counseling Foundation.2.Winkel, W.S. 1990. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidiikan. Jakarta: Grasindo.3.Yeo Anthony. 2003. Konseling Suatu Pendekatan Pemecahan Masalah. Jakarta: BPK
 
Secara umum tujuan supervisi pengajaran adalah:(1) meningkatkan efektivitas dan efisiensi belajar-mengajar,(2) mengendalikan penyelenggaraan bidang teknis edukatif di sekolah sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan kebijakan yang telah ditetapkan,(3) menjamin agar kegiatan sekolalah berlangsung sesuai dengan ketentuan yang berlaku sehingga segala sesuatunya berjalan lancar dan diperoleh hasil yang optimal,(4) menilai keberhasilan sekolah dalam pelaksanaan tugasnya, dan(5) memberikan bimbingan langsung untuk memperbaiki kesalahan, kekurangan dan kekilafan serta membantu memecahkan masalah yang dihadapi sekolah sehingga dapat dicegah kesalahan dan penyimpangan yang lebih jauh (Suprihatin, 1989:305).

Tujuan supervisi adalah memberikan layanan dan bantuan untuk meningkatkan kualitas mengajar guru di kelas yang pada gilirannya untuk meningkatkan kualitas belajar siswa. Bukan saja memperbaiki kemampuan mengajar tetapi juga mengembangkan potensi kualitas guru (Sahertian, 2000:19).Permasalahan yang dihadapi dalam melaksanakan supervisi di lingkungan pendidikan dasar adalah bagaimana cara mengubah pola pikir yang bersifat otokrat dan korektif menjadi sikap yang konstruktif dan kreatif, yaitu sikap yang menciptakan situasi dan relasi di mana guru-guru merasa aman dan diterima sebagai subjek yang dapat berkembang sendiri. Untuk itu, supervisi harus dilaksanakan berdasarkan data, fakta yang objektif (Sahertian, 2000:20).Supandi (1986:252), menyatakan bahwa ada dua hal yang mendasari pentingnya supervisi dalam proses pendidikan.

a. Perkembangan kurikulum merupakan gejala kemajuan pendidikan.
Perkembangan tersebut sering menimbulkan perubahan struktur maupun fungsi kurikulum. Pelaksanaan kurikulum tersebut memerlukan penyesuaian yang terus-menerus dengan keadaan nyata di lapangan. Hal ini berarti bahwa guru-guru senantiasa harus berusaha mengembangkan kreativitasnya agar daya upaya pendidikan berdasarkan kurikulum dapat terlaksana secara baik. Namun demikian, upaya tersebut tidak selamanya berjalan mulus. Banyak hal sering menghambat, yaitu tidak lengkapnya informasi yang diterima, keadaan sekolah yang tidak sesuai dengan tuntutan kurikulum, masyarakat yang tidak mau membantu, keterampilan menerapkan metode yang masih harus ditingkatkan dan bahkan proses memecahkan masalah belum terkuasai. Dengan demikian, guru dan Kepala Sekolah yang melaksanakan kebijakan pendidikan di tingkat paling mendasar memerlukan bantuan-bantuan khusus dalam memenuhi tuntutan pengembangan pendidikan, khususnya pengembangan kurikulum.

b. Pengembangan personel, pegawai atau karyawan senantiasa merupakan upaya yang terus-menerus dalam suatu organisasi.
Pengembangan personal dapat dilaksanakan secara formal dan informal. Pengembangan formal menjadi tanggung jawab lembaga yang bersangkutan melalui penataran, tugas belajar, loka karya dan sejenisnya. Sedangkan pengembangan informal merupakan tanggung jawab pegawai sendiri dan dilaksanakan secara mandiri atau bersama dengan rekan kerjanya, melalui berbagai kegiatan seperti kegiatan ilmiah, percobaan suatu metode mengajar, dan lain sebagainya.Kegiatan supervisi pengajaran merupakan kegiatan yang wajib dilaksanakan dalam penyelenggaraan pendidikan. Pelaksanaan kegiatan supervisi dilaksanakan oleh kepala sekolah dan pengawas sekolah dalam memberikan pembinaan kepada guru. Hal tersebut karena proses belajar-mengajar yang dilaksakan guru merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan utama. Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Oleh karena itu kegiatan supervisi dipandang perlu untuk memperbaiki kinerja guru dalam proses pembelajaran.

Secara umum ada 2 (dua) kegiatan yang termasuk dalam kategori supevisi pengajaran, yakni:
a. Supervisi yang dilakukan oleh Kepala Sekolah kepada guru-guru SD.
Secara rutin dan terjadwal Kepala Sekolah melaksanakan kegiatan supervisi kepada guru-guru SD dengan harapan agar guru mampu memperbaiki proses pembelajaran yang dilaksanakan. Dalam prosesnya, kepala sekolah memantau secara langsung ketika guru sedang mengajar. Guru mendesain kegiatan pembelajaran dalam bentuk Rencana Pembelajaran kemudian kepala sekolah mengamati proses pembelajaran yang dilakukan guru.Saat kegiatan supervisi berlangsung, kepala sekolah menggunakan leembar observasi yang sudah dibakukan, yakni Alat Penilaian Kemampuan Guru (APKG). APKG terdiri atas APKG 1 (untuk menilai Rencana Pembelajaran yang dibuat guru) dan APKG 2 (untuk menilai pelaksanaan proses pembelajaran) yang dilakukan guru.
b. Supervisi yang dilakukan oleh Pengawas Sekolah kepada Kepala Sekolah dan guru-guru untuk meningkatkan kinerja.Kegiatan supervisi ini dilakukan oleh Pengawas Sekolah yang bertugas di suatu Gugus Sekolah. Gugus Sekolah adalah gabungan dari beberapa sekolah terdekat, biasanya terdiri atas 5-8 Sekolah Dasar.

Hal-hal yang diamati pengawas sekolah ketika melakukan kegiatan supervisi untuk memantau kinerja kepala sekolah, di antaranya administrasi sekolah, meliputi:

1) Bidang Akademik, mencakup kegiatan:(a) menyusun program tahunan dan semester,(b) mengatur jadwal pelajaran,(c) mengatur pelaksanaan penyusunan model satuan pembelajaran,(d) menentukan norma kenaikan kelas,(e) menentukan norma penilaian,(f) mengatur pelaksanaan evaluasi belajar,(g) meningkatkan perbaikan mengajar,(h) mengatur kegiatan kelas apabila guru tidak hadir, dan (i) mengatur disiplin dan tata tertib kelas.

2) Bidang Kesiswaan, mencakup kegiatan:(a) mengatur pelaksanaan penerimaan siswa baru berdasarkan peraturan penerimaan siswa baru, (b) mengelola layanan bimbingan dan konseling,(c) mencatat kehadiran dan ketidakhadiran siswa, dan(d) mengatur dan mengelola kegiatan ekstrakurikuler.

3) Bidang Personalia, mencakup kegiatan: (a) mengatur pembagian tugas guru,(b) mengajukan kenaikan pangkat, gaji, dan mutasi guru,(c) mengatur program kesejahteraan guru,(d) mencatat kehadiran dan ketidakhadiran guru, dan(e) mencatat masalah atau keluhan-keluhan guru.
4) Bidang Keuangan, mencakup kegiatan:(1) menyiapkan rencana anggaran dan belanja sekolah,(2) mencari sumber dana untuk kegiatan sekolah,(3) mengalokasikan dana untuk kegiatan sekolah, dan(4) mempertanggungjawab-kan keuangan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
5) Bidang Sarana dan Prasarana, mencakup kegiatan:(1) penyediaan dan seleksi buku pegangan guru,(2) layanan perpustakaan dan laboratorium,(3) penggunaan alat peraga,(4) kebersihan dan keindahan lingkungan sekolah,(5) keindahan dan kebersihan kelas, dan(6) perbaikan kelengkapan kelas.
6) Bidang Hubungan Masyarakat, mencakup kegiatan:(1) kerjasama sekolah dengan orangtua siswa,(2) kerjasama sekolah dengan Komite Sekolah,(3) kerjasama sekolah dengan lembaga-lembaga terkait, dan(4) kerjasama sekolah dengan masyarakat sekitar (Depdiknas 1997).

Sedangkan ketika mensupervisi guru, hal-hal yang dipantau pengawas juga terkait dengan administrasi pembelajaran yang harus dikerjakan guru, diantaranya:
a. Penggunaan program semester
b. Penggunaan rencana pembelajaran
c. Penyusunan rencana harian
d. Program dan pelaksanaan evaluasi
e. Kumpulan soal
f. Buku pekerjaan siswa
g. Buku daftar nilai
h. Buku analisis hasil evaluasi
i. Buku program perbaikan dan pengayaan
j. Buku program Bimbingan dan Konselingk. Buku pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler

KESIMPULAN
Salah satu upaya peningkatan profesional guru adalah melalui supervisi pengajaran. Pelaksanaan supervisi pengajaran perlu dilakukan secara sistematis oleh kepala sekolah dan pengawas sekolah bertujuan memberikan pembinaan kepada guru-guru agar dapat melaksanakan tugasnya secara efektif dan efisien. Dalam pelaksanaannya, baik kepala sekolah dan pengawas menggunakan lembar pengamatan yang berisi aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam peningkatan kinerja guru dan kinerja sekolah. Untuk mensupervisi guru digunakan lembar observasi yang berupa alat penilaian kemampuan guru (APKG), sedangkan untuk mensupervisi kinerja sekolah dilakukan dengan mencermati bidang akademik, kesiswaan, personalia, keuangan, sarana dan prasarana, serta hubungan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas. 2001. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (Buku 1). Jakarta: Depdiknas.
Sahertian, Piet A. 2000. Konsep-Konsep dan Teknik Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta.
Supandi. 1996. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Jakarta: Departemen Agama Universitas Terbuka.
Suprihatin, MD. 1989. Administrasi Pendidikan (Fungsi dan Tanggung Jawab Kepala Sekolah sebagai Administrator dan Supervisor Sekolah. Semarang: IKIP Semarang Press.
Surya, Mohamad. 2002. Peran Organisasi Guru dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan. Seminar Lokakarya Internasional. Semarang : IKIP PGRI.
Suryasubrata.1997. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.Wardani, IGK. 1996.
Alat Penilaian Kemampuan Guru (APKG). Jakarta: Dirjen Dikti.
Townsend, Diana & Butterworth. 1992. Your Child's Scholl. New York: A Plime Book.

Sumber: Trimo, S.Pd.,MPd. Homepage Pendidikan Network